PERINTAH YANG PALING UTAMA
Dipublikasikan pada 03 November 2024
5 min baca

Bacaan: Markus 12: 28-34

Perintah, peraturan dan hukum adalah hal-hal yang tidak pernah bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Sejak awal kehidupan, manusia telah akrab dengan apa yang disebut dengan perintah. Kisah penciptaan dalam kitab Kejadian menceritakan hal ini. Pada waktu itu, Allah menjadikan manusia menurut gambar dan rupa-Nya, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara, atas ternak dan seluruh bumi, serta atas segala binatang yang melata di bumi. Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya di Taman Eden untuk mengerjakan dan memelihara taman itu. Lalu Tuhan Allah memberi perintah kepada manusia, firman-Nya: “Buah dari semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan dengan bebas, tetapi buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, janganlah kaumakan, sebab pada saat engkau memakannya, engkau pasti mati”. Dengan demikian, dari semula memang telah tertulis perintah untuk manusia. Dan, ini hal yang terus berkelanjutan dalam kehidupan manusia. Di Alkitab sendiri ada banyak perintah yang dituliskan, antara lain sepuluh (10) perintah Tuhan. Demikian pula di tengah kehidupan keseharian kita, ada begitu banyak perintah, peraturan dan hukum yang berlaku, baik di tengah masyarakat, bangsa dan negara, maupun dalam ruang lingkup gereja dan keluarga.

“Perintah manakah yang paling utama?” Pertanyaan orang Farisi yang tertulis pada Injil hari ini memperlihatkan dinamika kehidupan manusia yang terkait erat dengan aneka macam perintah, peraturan dan hukum yang berlaku. Bagi orang Farisi, perintah itu harus detail untuk mengatur kehidupan umat. Oleh karena itu, mereka membuat 613 perintah dengan pembagian 248 perintah positif yang harus dilakukan dan 365 perintah negatif yang tidak boleh dilakukan. Kesemua perintah tersebut dirangkai dalam sebuah pengaturan yang terstruktur, berperingkat, dan saling terkait satu dengan yang lain. Konsekuensinya, melanggar satu perintah berarti melanggar seluruh perintah. Apabila seseorang tidak menaati satu bagian dari hukum Taurat, maka orang tersebut sudah bersalah kepada seluruh hukum Taurat (613 Mitsvot). Seperti itulah cara mereka membuat dan memaknai hukum Taurat. Oleh sebab itu, menjawab pertanyaan tentang mana perintah yang paling utama merupakan hal yang sulit. Apabila Yesus menunjuk sebuah perintah dari 613 perintah tersebut, maka secara otomatis Yesus dianggap menyalahi prinsip perintah yang ada, yaitu “satu merupakan semua bagian”. Mengatakan satu lebih utama dari yang lain sama dengan mengatakan yang lain tidak penting.

Jawaban Yesus terhadap pertanyaan orang-orang Farisi tampaknya mengejutkan mereka yang hadir saat itu. Yesus menggunakan kerangka berpikir yang mereka pakai untuk menyampaikan jawaban-Nya, yaitu “satu merupakan keseluruhan bagian”. Prinsip ini tertuang dalam jawaban Yesus: “Perintah yang terutama adalah kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Perintah yang kedua ialah: kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri. Tidak ada perintah lain yang lebih utama dari daripada kedua perintah ini” (ay. 29-31).

Bagi Yesus, mengasihi Allah merupakan ungkapan kasih dengan penuh hati. Dalam konteks ini, mengasihi Allah dinyatakan dengan standar kasih agape, yakni kasih tanpa syarat, kasih tanpa pamrih. Kasih dalam kualitas ini melampaui apa yang sekadar normatif, yakni pemberlakuan urutan tindakan numerik pada perintah-perintah yang telah dibuat hanya sebatas kewajiban atau karena takut pada hukuman. Itu sebabnya, pada kitab Ulangan 6, kita mendapati bagaimana Allah menceritakan kembali tindakan kasih-Nya kepada mereka sejak nenek moyang mereka, Abraham, Ishak dan Yakub. Tekanan kasih tersebut untuk mengatakan bahwa “mengasihi Allah” adalah cara umat untuk mengingat, mengucapkan syukur, menyembah, serta menghadirkan “cinta Allah” bagi sesama dan bagi kehidupan.

Penting untuk kita sadari bahwa menjalankan perintah tanpa kasih tak akan menghasilkan sesuatu yang optimal, bahkan bisa jadi sedikitpun tak ada faedahnya. Sebaliknya, menjalankan perintah dengan kasih pasti memberkati kehidupan dan memuliakan Tuhan. Amin.

*Pdt. Setyahadi

Bagikan
Artikel Lainnya
Lihat Artikel Lainnya
6 Orang Membaca